Ads 468x60px

Rabu, 22 Agustus 2012

Dialah Intan, Si Kuat Penuh Pesona

Sekeping hati dibawa berlari
Jauh melalui jalanan sunyi
Jalan kebenaran indah terbentang
Di depan matamu para pejuang
(Suci Sekeping Hati, Saujana)
       “Aku sudah tidak sanggup dengan semua tempaan ini. Ayo kita menyerah saja. Lebih nikmat tinggal di atas permukaan bumi sana. Kita bisa bertemu mentari yang hangat, dedaunan yang hijau dan dibasahi embun, kicau burung yang merdu, udara yang segar, dan sejuta kenyamanan lainnya. Aku ingin hidup nyaman, Dik”, keluh KarbonA.
       KarbonI tersenyum. “Kak, kita ini sedang diuji. Bertahanlah sebentar lagi. Percayalah, kita akan menjadi lebih baik dari sebelumnya jika kita mau bersabar.”
“Aku ingin merasakan kebebasan dan kenyamanan di luar sana. Akan ada banyak hal yang bisa ku pelajari di dunia luar. Ikutlah aku, dan kita akan senang”, ajak KarbonA
“Pergilah jika kakak memang ingin pergi, kelak aku akan menyusul kakak. Aku yakin semua tempaan panas, tekanan, dan kegelapan ini suatu saat akan berujung pada keindahan dan kebahagiaan yang lebih baik”
Mereka adalah dua sosok yang berbeda. KarbonA dan KarbonI, sepasang saudara kembar yang memiliki pandangan yang bertolak belakang tentang semua tempaan yang mereka hadapi. KarbonA memutuskan untuk pergi, sedangkan KarbonI mencoba untuk terus bersabar dan percaya bahwa kelak semua kepahitan ini akan tergantikan dengan rasa manis dan hikmah yang luar biasa, walaupun ia harus menahan rasa sakit yang panjang akibat proses tempaan alami itu.
Ribuan tahun kemudian…
      Para manusia berdatangan dan melakukan berbagai upaya mengambil KarbonI. Mereka memuji keindahannya, kilau dan pantulan yang istimewa dari sang KarbonI yang senantiasa bersabar dalam menjalani proses kehidupan. Manusia menyebut KarbonI dengan nama Intan. KarbonI -yang sekarang menjadi Intan- diperebutkan, dijual dengan harga yang tinggi, diletakkan ditempat terhormat. Namun ia tetap rendah hati dan senantiasa membagikan keindahannya dan kilaunya kepada orang-orang di sekelilingnya.
Pada suatu hari, datanglah si Kakek Batu Apung. Tubuhnya kecil, ringan, berongga, dan murah. Semua benda di muka bumi merendahkan Kakek Batu Apung, kecuali sang Intan. Intan selalu menghormati Kakek Batu Apung dan senantiasa mencoba belajar banyak ilmu dari sang Kakek. Setiap kali bertemu, Kakek Batu Apung mengusap kepala si Intan. Dan apa yang terjadi? Intan justru semakin tampil cantik dan menawan setelah bergaul dengan Kakek Batu Apung yang dianggap tidak berharga oleh banyak manusia.
Begitulah sang Intan, kebaikan dan ketulusan hatinya mampu memancarkan sinar yang bisa menarik hati manusia.
        Diam-diam si KarbonA selalu mengikuti dan mengintai keseharian adiknya yang sekarang menjadi Intan. KarbonA sangat merasa iri dan ia berfikir bahwa dirinya tidak diperlakukan secara adil.
“Padahal dulu kami adalah saudara kembar! Kami sama-sama memiliki simbol C, rumah kami sama-sama di golongan 4 periode 2, tapi mengapa kini kami dibedakan? Kenapa saudara kembarku, KarbonI, diletakkan di tempat terhormat, sedangkan aku sering disatukan dengan sampah? Ini sungguh tak adil!”, keluh KarbonA.
Lalu Kakek Batu Apung datang.
“Hai, KarbonA, bercerminlah di genangan air itu.”
KarbonA yang sedang galau, langsung saja menurut. Ia tersentak kaget melihat wajahnya di air.
      “Itulah dirimu, KarbonA. Kamu adalah Karbon yang memilih untuk menjadi Arang ketika dirimu memilih untuk menyerah menjalani tempaan. Kamu Arang yang hitam, yang tidak disukai banyak orang. Sedangkan adikmu, KarbonI memang sosok yang pantas untuk menjadi Intan yang berkilau karena ia bersabar dan tetap bersyukur dalam menghadapi tempaan dan rasa sakit.”
Alangkah menyesalnya KarbonA. Seandainya dulu ia bisa lebih bersabar, mungkin hidupnya tidak akan terhina seperti ini. Seandainya dulu ia memilih untuk bertahan, tentu ia akan menjadi alotrop Intan, alotrop terbaik dari keturunan Karbon.
Intan dan Arang sama-sama berada dalam fase solid. Namun Intan adalah sosok yang kuat, sosok yang kesolidannya mencapai nilai tertinggi di muka bumi. Sedangkan Arang, ia hanya sebongkah karbon yang rapuh.
       Bicara soal kecantikan, Intan yang rendah hati dan senantiasa menghormati orang lain mendapatkan keindahan dari seorang Kakek Batu Apung. Batu Apung adalah satu-satunya benda yang mampu mengasah kecantikan intan. Alangkah bijaksananya sang Intan yang mau menerima Kakek Batu Apung yang sering tidak dipedulikan orang, hingga akhirnya ia justru bisa mendapatkan kecantikan yang lebih baik lagi atas perlakuannya kepada sang Kakek.
       Begitulah seharusnya kita sebagai manusia. Dengan bersabar dan bersyukur dalam memperjuangkan berbagai hal serta berkhusnuzan terhadap masalah yang dihadapkan kepada kita, niscaya kita akan mendapat banyak pelajaran dan hikmah dari semua itu. Man jadda wajada.
Dan dialah Intan, si kuat penuh pesona…

Oleh: Ariyani Titin
Sumber : http://www.dakwatuna.com
»»  Baca Selanjutnya...

Jodohku, di Manakah Dirimu?

Siapa Ya Jodohku?
Ada yang resah, bilangan tahun makin bertambah pada usia. Namun tak juga sampai pada masa untuk memesan undangan walimah, lalu menyebarkannya pada sahabat, tetangga dan saudara dengan suka cita.
Ada yang mulai gelisah, saat teman-teman seangkatan, bahkan adik kelas mulai berfoto dengan anak-anaknya, sudah dua, tiga bahkan berlima, dengan senyum yang bahagia. Lalu hati pun bertanya, kapan giliran saya?
     Ada yang mulai meragukan kesabarannya sendiri untuk bertahan. Lalu perlahan-lahan mengubah penampilan, melobi karakter kebaikan yang dulu disyaratkan untuk calon pendamping. Ada yang mulai melunak, tak lagi memilih-milih karakter keimanan dan kebaikan yang dulu disyaratkan sebagai calon qawwamnya dalam rumah tangga. Akhirnya berakhir pada ucapan, “wis sopo wae lah sing tekko” (sudah, siapa saja lah yang datang).ada yang mulai ragu bahwa dengan tetap menjaga keimanan dan kesabarannya, ia akan mendapatkan jodoh yang layak di mata Allah.
        Ada ratusan kali, mungkin ribuan bahkan jutaan kali berdoa agar didekatkan jodoh yang baik dan tepat untuk nya, namun tak kunjung dikabulkan oleh Allah. Lalu akhirnya marah, perlahan meragukan Maha Rahmannya Allah. Akhirnya tak lagi khusyuk meminta, bahkan berhenti berharap dan berdoa.
Ada yang akhirnya menyambut siapa saja dengan tangan terbuka, setiap sms yang membuat hatinya berbunga, mengiyakan tawaran makan malam, dan jalan-jalan yang datang padanya. Menjajaki setiap orang yang dirasa ‘potensial’ menjadi pendamping hidupnya. Terus menjalani ‘petualangan cinta’ sampai ketemu yang paling cocok dan berani melamarnya. “Siapa tahu jodoh”, begitu kata hatinya. Keyakinannya menjadikan dia seperti pembeli sepatu, berganti-ganti sampai model, harga dan ukurannya pas di kaki.

Jodohku: Luar biasa hingga kita bertemu
Orang yang akhirnya menjadi suami istri, suatu saat akan menyadari betapa luar biasanya ‘garis hidup’ yang dibuat Allah hingga mempertemukan mereka berdua. Sampai pada saya beberapa kisah, yang membuat saya akhirnya berkata “Subhanallah, Maha Suci Allah”. Baru menyadari makna kata “wa min aayaatihii” pada Ar-Rum 21: ayat yang banyak dinukil pada kartu undangan walimah. Mari kita renungkan lagi “Dan di antara tanda-tanda kekuasanNya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah bagi kaum yang berpikir)
Sampai pada saya beberapa kisah nyata tentang teman, kerabat dan beberapa kenalan:
  1. Saya memanggilnya bu Aisy, guru TK saya. Memakai busana muslimah ke mana saja sejak masih muda. Selalu tersenyum ramah dan mengingat nama kami, muridnya. Lama tak bertemu, bahkan sampai saya kuliah, beliau juga belum menikah. Baru ketika saya hampir lulus kuliah, ibu yang pernah menjadi teman sepengajiannya itu akhirnya mengabarkan berita walimah bu Aisy. Mungkin usianya ketika menikah itu sudah lebih 50 tahun, masih ‘gadis’ insya Allah. Seorang ustadz dari sebuah organisasi keislaman terkemuka, melamarnya. Duda dengan anak-anak dan cucu yang shalih-shalihah insya Allah.  Ketika lebaran tiba, saya melihat ruang tamunya bertambah ramai: ikhwan-akhwat beserta cucu-cucu yang lucu kini meramaikan rumahnya, membuat pelangi di hatinya. Puluhan tahun kesabaran yang berbuah indah.
  2. Ini cerita teman dari teman sekamar saya. Tetangganya menikah, ramai tamu menghadiri undangannya. Mereka berdua baru saja melaksanakan ijab-kabul, langsung duduk berdua di pelaminan menyalami tamu undangan. Belum sempat masuk kamar untuk berdua menikmati kehalalan suami istri. Tiba-tiba sang mempelai lelaki berkata pada istrinya:”dadaku sakit dek”, lalu sang istri memapahnya duduk di kursi pelaminan. Beberapa menit kemudian, mempelai lelaki itu meninggal di kursi pelaminannya. Masih memakai baju pengantinnya.
  3. Menonton sebuah program bincang-bincang keislaman di sebuah televisi swasta, dihadirkan sepasang suami istri yang perbedaan usia keduanya 20 tahun lebih. Otak saya masih loading, memastikan beberapa fakta: ketika sang lelaki berumur dua puluh tahun lebih (sekiranya ia sekolah terus, maka kira-kira sudah lulus kuliah): ketika itu ‘jodohnya’ baru lahir ke dunia. Ya lahir sebagai seorang bayi, lalu baru dua puluh tahun kemudian mereka menikah.
  4. Ini cerita dari adik kelas saya, bapak-ibunya berasal dari desa yang berbeda di sebuah kabupaten di Jawa Tengah. Tapi mereka berdua memutuskan menikah, justru ketika kedua keduanya dipertemukan Allah saat merantau untuk bekerja di Kalimantan. Jodoh yang ternyata dekat, tapi Allah (mungkin) menginginkan mereka melakukan perjalanan ribuan kilometer jauhnya, hingga sampai pada koordinat tempat mereka bertemu, dan waktu yang tepat untuk menikah. Ada pula yang bapaknya lahir dan besar di Kalimantan, Ibunya lahir dan besar di Sumatra, tapi dipertemukan dan memutuskan menikah saat masing-masing tinggal sementara waktu di Pulau Jawa. Ya, masing-masing menempuh jalan panjang, mengambil banyak keputusan penting sampai akhirnya memutuskan untuk menikah. Ya keputusan penting itu bisa berupa; mau sekolah di mana, diterima kuliah di jurusan apa, di kota mana, bekerja di mana, pindah bekerja di mana, berteman dengan siapa dan seterusnya.
  5. Kita mungkin juga pernah tahu lewat media massa, ada seorang artis dengan tubuh (maaf) ‘kerdil’, akhirnya menikah dengan perempuan bertubuh normal, cantik dan akhirnya mereka menikah dan punya anak. Kita juga mungkin kadang terheran-heran, dengan ‘rumus jodoh’ ketika bertemu dengan seorang yang sangat cantik dan memiliki suami yang ‘sangat biasa saja’, atau sebaliknya dalam pandangan kita.
Jika ditambahkan akan semakin panjang daftar kisahnya. Dengan berbagai nama, waktu, tempat dan lakon yang berbeda-beda. Tapi setidaknya dari berbagai kisah yang dekat, dan terjadi di sekitar kita bisa berpikir, merenungkan dan mengambil kesimpulan-kesimpulan.

Kesimpulan-kesimpulan yang sebenarnya (semua orang) Tahu!
        Jodoh dan berjodoh, adalah bagian dari Keputusan Allah, penetapan Allah atas manusia. Urusan jodoh dan berjodoh, bukan sebuah urusan kecil dan main-main, karena Allah tak pernah main-main dalam menciptakan manusia, menentukan rezeki, dan perjalanan hidup hingga matinya manusia. Allah tak sedang ‘mengocok lotre’ dan mengundi seperti arisan ketika menentukan jodoh seseorang. Maka jika kita memiliki harapan tentang calon pendamping hidup kita, menginginkan agar kita segera dipertemukan dengan jodoh kita, maka mintalah pada Allah! Bicaralah pada Allah! Mendekatlah pada Allah! Bulatkan, kuatkan, kencangkan keyakinan kita pada Allah. Apa yang tidak mungkin bagi kita, adalah sangat mudah bagi Allah.
Justru karena kita tidak tahu siapa jodoh kita, kapan bertemunya, bagaimana akhir kisahnya di dunia dan akhirat: maka hidup kita menjadi lebih indah, berwarna dan bermakna. Karena kita akan menjalani kemanusiaan kita dengan tetap menjadi hamba Allah. Menikmati indahnya berjuang, menikmati kesungguh-sungguhan ikhtiar, menikmati indahnya meminta pada Allah, menikmati indahnya memohon pertolongan pada Allah, menikmati indahnya bersabar, menikmati ‘kejutan’-kejutan yang Allah hadirkan dalam kehidupan kita
Kita tidak bisa mengajukan proposal pada Allah. Kita tidak bisa memaksa Allah: pokoknya dia ya Allah, maunya kau dia yang jadi jodohku ya Allah. Kita tidak bisa menguasai dalamnya hati manusia, kita tak bisa membatasi akal pikiran manusia. Ya karena kita tidak berkuasa atas kehidupan dan kematian manusia, atas berbolak-baliknya hati manusia: karena itu kita tak boleh melabuhkan cinta terbesar kita pada manusia. Kita labuhkan saja cinta terbesar kita pada Allah, yang dengan kecintaan itu lalu Allah melabuhkan cinta manusia yang bertaqwa dalam hati kita. Sehingga taqwa itu yang membuat kita berjodoh dengan orang yang bisa menumbuhsuburkan cinta kita pada Allah. Karena taqwa yang dirajut selama pernikahan yang barakah itu, mudah-mudahan kita berjodoh hingga ke surga. Bukankah ini lebih indah?
      Sungguh jodoh tidak berjalan linier di atas garis kecantikan, ketampanan, kekayaan, kedekatan geografis. “Rumus jodoh’ bukan ditentukan oleh hukum kepantasan manusia. Karena manusia hanya tahu permukaannya, berpikir dalam kesempitan ilmunya, memutuskan dalam pengaruh hawa nafsunya. ‘Rumus jodoh’ semata-mata kepunyaan Allah. Karena itu, sebagai hamba kita hanya mampu menerima keputusan Allah. Menyiapkan diri untuk menerima apapun keputusan Allah. Menyiapkan seluas-luas kesabaran, keikhlasan, sebesar-besar keimanan untuk menerima ‘jatah jodoh’ yang berupa pendamping hidup, rezeki, dan lainnya.
      Ya, menunggulah dalam kesibukan memperbaiki diri. Menunggulah dalam kesibukan beramal shalih, persubur silaturahim dan mendoakan saudara seiman. Kita tidak bisa mempersiapkan orang yang akan menjadi jodoh kita. Kita tidak punya kendali untuk mengatur orang yang ‘akan jadi jodoh kita’. Kita hanya bisa mempersiapkan diri kita. Membekali diri dengan segala kemampuan, keterampilan, sikap hati untuk menjalankan peran-peran dalam pernikahan. Ketika saat itu tiba, ijab qabul sah, seketika itu seperangkat peran diserahkan di pundak kita. Allah menyaksikan! Seketika itu kita akan menjadi istri/suami, menantu, ipar, anggota masyarakat baru. Dan seketika itu pula, tak cukup lagi waktu mempersiapkan diri. Ya, pernikahan bukan awal, jadi jangan berpikir untuk baru belajar, baru berubah setelah menikah.
       Hidup itu adalah seni menerima, bukan semata-mata pasrah. Tapi penerimaan yang membuat kita tetap berjuang untuk mendapatkan ridha Allah. Karena apapun yang kita terima dari Allah, semuanya adalah pemberian, harta adalah pemberian, pendamping hidup adalah pemberian, ilmu, anak-anak, kasih sayang, cinta dan semua yang kita miliki hakikatnya adalah pemberian Allah. Semuanya adalah ujian yang mengantarkan kita pada perjuangan mendapatkan keridhaan Allah. Menerima dan bersyukur adalah kunci bahagia, bukan berburuk sangka dan berandai-andai atas apa yang belum diberikan Allah.
Dan apa saja yang diberikan kepadamu, maka itu adalah kesenangan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal, tidakkah kamu mengerti” (QS. al-Qashash: 60)
Menikah bukan akhir, bukan awal, ia setengah perjuangan. Pernikahan berarti peran baru, tanggungjawab baru, tantangan baru: bagian dari daftar yang akan dihisab dan dimintai pertanggungjawaban dari kita di yaumil akhir.
         Tentang berjodoh itu, adalah tentang waktu, tentang tempat, tentang masa. Dan yang kita sebutkan tadi semua ada dalam genggaman Allah. Bukankah dalam surat al-ashr Allah bersumpah dengan waktu. “Demi masa, sungguh manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran”. Ya, agar tak bosan, resah dan merugi saat menanti saat walimah tiba, sibuklah memperbaiki iman, amal dan tetap setia dalam kebenaran dan kesabaran.
      Menikah dan mendapat pendamping hidup itu tidak pasti, ada banyak orang yang meninggal ketika masih bayi atau remaja. Tapi Mati itu sebuah kepastian. Orang yang menikah pun juga akan mati. Jangan terlalu galau, ada perkara yang lebih besar dari sekedar status menikah atau tidak menikah. Hidup itu bukan semata-mata perjuangan mendapatkan pendamping hidup. Karena yang telah menikah pun, harus terus berjuang agar mereka diberikan rahmat oleh Allah untuk tetap ‘berjodoh’ hingga ke surga, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat berikut ini :
“(Yaitu) surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): “Salamun alaikum bima shabartum”. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. Ar Ra’du 23-24).
»»  Baca Selanjutnya...

Change Font This Blog